Ethical Governance
GCG
menurut Bank Dunia (World
Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi
yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien,
menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para
pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Lembaga Corporate Governance di Malaysia
yaitu Finance Committee on Corporate Governance (FCCG) mendifinisikan corporate
governance sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan
mengelola bisnis dan aktivitas perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan
bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
Berdasarkan
Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002
tentang penerapan GCG pada BUMN, disebutkan bahwa Corporate governance adalah
suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan
keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang
saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder
lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.Berdasarkan
beberapa pengertian tersebut diatas, secara singkat GCG dapat diartikan sebagai
seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan
nilai tambah (value added) bagi stakeholders.
1. Governance
System
Governance System merupakan suatu tata
kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan yang terdiri dari 4 (empat) unsur
yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :
a.
Commitment
on Governance
Commitment on Governance adalah komitmen
untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang perbankan
berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
-
Undang
Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
-
Undang
Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang Undang No. 10 Tahun 1998.
b.
Governance
Structure
Governance Structure adalah struktur
kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan yang
dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku. Dasar peraturan yang
berkaitan dengan hal ini adalah :
-
Peraturan
Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999 tanggal 20-09-1999 tentang Penugasan
Direktur Kepatuhan dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank.
-
Peraturan
Bank Indonesia No. 2/27/PBI/2000 tanggal 15-12-2000 tentang Bank Umum.
-
Peraturan
Bank Indonesia No. 5/25/PBI/2003 tanggal 10-11-2003 tentang
Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).
c.
Governance
Mechanism
Governance Mechanism adalah pengaturan
mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam
menjalankan bisnis dan operasional perbankan. Dasar peraturan yang berkaitan
dengan hal ini (antara lain) adalah :
-
Peraturan
Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19-05-2003 tentang Penerapan Manajemen
Risiko bagi Bank Umum.
-
Peraturan
Bank Indonesia No. 5/12/PBI/2003 tentang Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum bagi
Bank.
-
Peraturan
Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tanggal 12-04-2004 tentang Sistem
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
-
Peraturan
Bank Indonesia No. 6/25/PBI/2004 tanggal 22-10-2004 tentang Rencana Bisnis Bank
Umum.
-
Peraturan
Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/2/PBI/2006
tanggal 30-01-2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
-
Peraturan
Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/13/PBI/2006
tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
-
Peraturan
Bank Indonesia No. 7/37/PBI/2004 tanggal 17-07-2003 tentang Posisi Devisa Netto
Bank Umum.
d.
Governance
Outcomes
Governance
Outcomes adalah hasil dari pelaksanaan GCG baik dari aspek hasil kinerja maupun
cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah Peraturan Bank Indonesia
No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13-12-2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan
Bank.
2. Budaya
Etika
Budaya etika
adalah perilaku yang baik. Penerapan budaya etika ini adalah untuk meningkatkan
kualitas kecerdasan emosional, spiritual dan budaya yang diperlukan oleh setiap
pemimpin. Pendapat umum dalam bisnis bahwa perusahaan mencerminkan kepribadian
pemimpinnya. Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya
etika. Terdapat tiga faktor yang menjelaskan perbedaan pengaruh budaya yang
dominan terhadap perilaku, yaitu:
a.
Keyakinan
dan nilai-nilai bersama
b.
Dimiliki
bersama secara luas
c.
Dapat
diketahui dengan jelas, mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap perilaku.
Penerapan budaya etika didalam
perusahaan dilakukan secara top-down. Para eksekutif mencapai penerapan
ini melalui suatu metode tiga lapis, yaitu :
a.
Corporate Credo merupakan pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang
ditegakkan perusahaan, yang diinformasikan kepada orang-orang dan
organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar perusahaan.
-
Komitmen
internal : Perusahaan terhadap karyawan, Karyawan terhadap
perusahaan, Karyawan terhadap karyawan lain
-
Komitmen
Eksternal : Perusahaan terhadap pelanggan, Perusahaan terhadap pemegang saham,
Perusahaan terhadap masyarakat
b.
Program etika adalah suatu yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang
untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan
orientasi bagi pegawai baru dan audit etika.
c.
Kode etik perusahaan. Setiap perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing.
Kadang-kadang kode etik tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu.
Lebih dari 90% perusahaan membuat kode etik yang khusus digunakan perusahaan
tersebut dalam melaksanakan aktivitasnya. Contohnya IBM membuat IBM’s Business
Conduct Guidelines (Panduan Perilaku Bisnis IBM).
Beberapa
nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Good Corporate
Governance, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan
kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen
yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh
seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan
dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang
harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain
masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of interest).
3. Mengembangkan
Struktur Etika Korporasi
Saat membangun
entitas korporasi dan menetapkan sasarannya, diperlukan prinsip-prinsip moral
etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam
entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para
pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri
para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati
nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang
beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung belaka, tetapi
juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang
berkepentingan (stakeholders).
Semangat untuk
mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia, baik di
kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun pemerintah.
Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata
kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU
Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha,
Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat
suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata
kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim
manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat struktural perusahaan seperti
komisaris independen, komite audit, komite remunerasi, komite risiko, dan
sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas
“Board Governance”. Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite
audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan
pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.
Sementara itu, sekretaris perusahaan merupakan struktur pembantu dewan direksi
untuk menyikapi berbagai tuntutan atau harapan dari berbagai pihak eksternal
perusahaan seperti investor agar supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak
terganggu baik dalam perspektif waktu pencapaian tujuan ataupun kualitas target
yang ingin dicapai. Meskipun belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit
and proper test) yang dilakukan oleh pemerintah untuk memilih top pimpinan
suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan untuk
membangun “Board Governance” yang baik sehingga implementasi Good Corporate
Governance akan menjadi lebih mudah dan cepat.
4. Kode
Perilaku Korporasi (Corporate Code Of Conduct)
Code of Conduct
adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan sistem nilai, etika bisnis,
etika kerja, komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan
bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi
dengan stakeholders.
Pelaksanaan Code
of Conduct mencerminkan perilaku pelaku bisnisnya, dalam hal pembentukan citra
yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau
berhubungan dengan para stakeholder. Pelaksanaan Code of Conduct diawasi oleh
Dewan Kehormatan yang bertugas mengawasi pelaksanaan pedoman ini. Dewan
Kehormatan terdiri dari Dewan Komisaris, Direksi, karyawan yang ditunjuk, dan
serikat pekerja. Mekanisme Dewan Kehormatan diatur dalam surat Keputusan
Direksi. Dan pedoman Code of Conduct ini menjadi kewajiban setiap individu
untuk menandatangani pernyataan kepatuhan dan integritas atas pedoman ini, saat
terjadinya hubungan perikatan kerja individu perusahaan serta saat terjadinya
revisi terhadap pedoman ini di masa yang akan datang.
Pengelolaan
perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus
diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau
etika. Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan
dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku
perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur
perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika
yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan
diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya.
5. Evaluasi
Terhadap Kode Perilaku Korporasi
Setiap individu
berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran atas Code of Conduct yang dilakukan
oleh individu lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan Kehormatan. Laporan
dari pihak luar wajib diterima sepanjang didukung bukti dan identitas yang
jelas dari pelapor.
Evaluasi
terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi
tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Evaluasi
sebaiknya dilakukan secara rutin sehingga perusahaan selalu berada dalam
pedoman dan melakukan koreksi apabila diketahui terdapat kesalahan.
Dewan kehormatan
wajib mencatat setiap laporan pelanggaran atas Code of Conduct dan
melaporkannya kepada Direksi dengan didukung oleh bukti yang cukup dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Pedoman Good
Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP (Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan) dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
DAFTAR PUSTAKA
Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002
tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN
http://arinifatimah35.blogspot.co.id/2015/10/evaluasi-terhadap-kode-perilaku.html
http://dyahshintakusumaningtyas.blogspot.co.id/2015/10/ethical-governance-etika-governance.html
http://specialpengetahuan.blogspot.co.id/2015/04/pengertian-tentang-gcg-ethical.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar