Pendahuluan Etika Sebagai Tinjauan
1.
Pengertian
Etika
Etika
berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya berarti “adat
istiadat” atau “kebiasaan”. Dalam pengertian ini etika berkatian dengan
kebiasaan hidup yang baik,baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat
atau kelompok masyarakat. Ini berarti etika berkaitan dengan nilai nilai,tata
cara hidup yang baik,aturan hidup yang baik,dan segala kebiasaan yang dianut
dan diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari generasi satu ke
generasi yng lain.
Etika
merupakan suatu prinsip moral dan perbuatan yang menjadi landasan bertindak
seseorang sehingga apa yang dilakukannya dipandang oleh masyarakat sebagai
perbuatan terpuji dan menigkatkan martabat dan kehormatan seseorang (Munawir,
1997).
Etika
adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian normatif tentang apakah
perilaku ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan akan etika
muncul dari keinginan untuk menghindari permasalahan – permasalahan di dunia
nyata (Brooks, 2007).
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian etika adalah ilmu tentang baik
dan buruknya perilaku, hak dan kewajiban moral; sekumpulan asa atau nila-nilai
yang berkaitan dengan akhlak; nilai mengenai benar atau salahnya perbuatan atau
perilaku yang dianut masyarakat.
2.
Prinsip-Prinsip
Etika
Prinsip-prinsip
etika bisnis yang berlaku dalam kegiatan bisnis yang baik sesungguhnya tidak
bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia. Artinya, prinsip-prinsip
etika bisnis tersebut sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh
masing-masing masyarakat (Sonny Keraf, 1998 : 73)
Sonny Keraf menyebutkan secara umum terdapat lima
prinsip etika bisnis, yaitu:
A. Prinsip Otonomi
Otonomi
adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak
berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk
dilakukan (Sonny Keraf, 1998 : 74).
B. Prinsip Kejujuran
Prinsip
kejujuran sangat relevan dan mutlak diperlukan dalam dunia bisnis. Kejujuran
merupakan kunci keberhasilan para pelaku bisnis untuk mempertahankan bisnisnya
dalam jangka panjang di dalam dunia bisnis yang penuh persaingan ketat (Sonny
Keraf, 1998 : 77).
C. Prinsip Keadilan
Prinsip
keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan sama sesuai dengan aturan yang
adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat
dipertanggungjawabkan (Sonny Keraf, 1998 : 79). Hal ini sejalan dengan yang
dikatan oleh Adam Smith mengenai prinsip keadilan. Keraf menutip Adam Smith
menyatakan bahwa prinsip paling pokok dari keadilan adalah prinsip tidak
merugikan orang lain (prinsip no harm), khususnya tidak merugikan hak dan
kepentingan orang lain (Sonny Keraf, 1998 : 148). Prinsip no harm ini pun
berlaku dalam bidang kegiatan ekonomi dan bisnis. Menurut Adam Smith prinsip
ini merupakan tuntutan dasar dan sekaligus niscaya (the necessary principle)
bagi kegiatan bisnis (Sonny Keraf, 1998 : 149).
D. Prinsip Saling Menguntungkan (
Mutual Benefit Principle )
Menuntut agar bisnis
dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
E. Prinsip Integritas Moral
Prinsip
integritas moral dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis
agar ia menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya dan nama baik
perusahaannya (Sonny Keraf, 1998 : 79). Prinsip ini mengandung sebuah imperatif
moral yang berlaku bagi diri pelaku bisnis dan perusahaannya untuk berbisnis
sedimikian rupa agar tetap menjadi yang paling unggul dan tetap dapat
dipercaya. Dengan kata lain, prinsip ini merupakan tunutan dan dorongan dari
dalam diri pelaku bisnis dan perusahaan untuk menjadi yang terbaik dan
dibanggakan (Sonny Keraf, 1998 : 80). Hal tersebut tercermin dalam seluruh
perilaku pelaku bisnis dengan semua pihak, baik pihak di dalam perusahaan
maupun pihak di luar perusahaan.
Prinsip-prinsip Fundamental Etika IFAC :
-
Integritas.
Seorang
akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan bisnis
dan profesionalnya.
-
Objektivitas.
Seorang
akuntan profesional seharusnya tidak
boleh membiarkan terjadinya bias, konflik
kepentingan, atau dibawah penguruh orang lain sehinggamengesampingkan
pertimbangan bisnis dan profesional.
-
Kompetensi profesional dan
kehati-hatian.
Seorang
akuntan profesionalmempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan
profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan untuk
menjaminseorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten
yangdidasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini.
Seorangakntan profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti
standar-standar profesional haus bekerja secara tekun serta mengikuti
standar-standar profesionaldan teknik yang berlaku dalam memberikan jasa
profesional.
-
Kerahasiaan.
Seorang
akuntan profesional harus menghormati kerhasiaaninformasi yang diperolehnya
sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnisserta tidak boleh
mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izinyng enar dan
spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk
mengungkapkannya.
-
Perilaku Profesional.
Seorang
akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan yang relevan
dan harus menghindari tindakan yang dapatmendiskreditkan profesi.
3.
Basis
Teori Etika
A. Etika Deontologi
Istilah
“deontologi” berasal dari kata Yunani deon, yang berarti kewajiban. Etika
deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Menurut
etika deontologi, suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan,
berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan
tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya sendiri (Sonny Keraf, 1998 :
23).
Misalnya,
memberikan pelayanan yang baik kepada semua konsumen, untuk mengembalikan
utangnya sesuai dengan kesepakatan, untuk menawarkan barang dan jasa dengan
mutu yang sebanding dengan harganya, dan sebagainya. Jadi, nilai tindakan itu
tidak ditentukan oleh akibat atau tujuan baik dari tindakan itu (Sonny Keraf,
1998 : 23).
B. Etika Teleologi
Etika
teleologi mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau
dicapai dengan tindakan itu atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh
tindakan itu. Suatu tindakan dinilai baik, kalau bertujuan mencapai sesuatu
yang baik, atau kalau akibat yang ditimbulkannya baik dan berguna (Sonny Keraf,
1998 : 27).
Misalnya,
mencuri bagi etika teleologi tidak dinilai baik atau buruk berdasarkan baik
buruknya tindakan itu sendiri, melainkan oleh tujuan dan akibat dari tindakan
itu. Kalau tujuannya baik, maka tindakan itu dinilai baik. Tindakan seorang
anak yang mencuri demi membayar pengobatan ibunya yang sakit parah akan dinilai
secara moral sebagai tindakan baik, terlepas dari kenyataan bahwa secara legal
ia bisa dihukum. Sebaliknya,kalau tindakan itu bertujuan jahat, maka tindakan
itu pun dinilai jahat (Sonny Keraf, 1998 : 27).
Ada dua aliran etika teologi, yaitu:
1. Egoisme
Etis
Inti
pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan
untuk mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Dalam bahasa
Aristoteles, tujuan hidup dan tindakan setiap manusia adalah untuk mengejar
kebahagiannya (Sonny Keraf, 1998 : 28).
2. Utilitarianisme
Utilitarianisme
berasal dari kata “utilis” yang berarti “manfaat”. Utilitarianisme pertama kali
dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1748-1832). Menurut teori ini, suatu tindakan
dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat (the
greatest happiness of the greatest number). Perbedaan paham utilitarianisme
dengan paham egoisme terletak pada siapa yang memperoleh manfaat. Paham egoisme
melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme
melihat dari sudut pandang kepentingan orang banyak (kepentingan orang
banyak).
C. Teori Hak
Teori
hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan
kewajiban selain itu hak dan kewajiban tidak dapat dipisahkan. Teori hak
didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena
itu teori hak banyak diterapkan pada individu karyawan.
D. Teori Keutamaan
Teori
ini tidak lagi mempertanyakan suatu perbuatan itu adil, jujur ataukah murah
hati, tetapi ditekankan apakah seseorang melakukan perbuatan adil, jujur atau
urah hati. Keutamanaan didefinisikan sebagai disposisi watak yang telah
diperoleh seseorang dan memungkinkan dia bertingkah laku baik secara moral.
Contoh keutamaan yaitu kebijaksanaan, keadilan, suka bekerja keras, dan hidup
yang baik. Keutamaan yang harus menandai pebisnis perorangan bisa, yaitu
kejujuran, fairness, kepercayaan, dan keuletan. Keutamaan-keutamaan yang
dimiliki manajer dan karyawan sejauh mereka mewakili perusahaan, yaitu
keramahan, loyalitas, kehormatan, dan rasa malu.
4.
Egoism
Teori
egoisme berprinsip bahwa setiap orang harus bersifat keakuan, yaitu melakukan
sesuatu yang bertujuan memberikan manfaat kepada diri sendiri. Selain itu,
setiap perbuatan yang memberikan keuntungan merupakan perbuatan yang baik dan
satu perbuatan yang buruk jika merugikan diri sendiri.
Kata
“egoisme” merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin yakni ego, yang
berasal dari kata Yunani kuno – yang masih digunakan dalam bahasa Yunani modern
– ego (εγώ) yang berarti “diri” atau “Saya”, dan-isme, digunakan untuk
menunjukkan sistem kepercayaannya. Dengan demikian, istilah ini secara
etimologis berhubungan sangat erat dengan egoisme filosofis.
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, Leonard J. 2007. Etika Bisnis & Profesi,
Edisi 5. Penerbit Salemba Empat
Keraf, Sonny. 1998. Etika Bisnis: Tuntutan dan
Relevansinya. Kanisius: Yogyakarta
Munawir, S. 1997. Analisis Laporan Keuangan.
Yogyakarta : Liberty
IFAC Ethics Committee
Tidak ada komentar:
Posting Komentar